Banyak yang menyebut pengangguran, ada juga yang sebut ibu rumah tangga, dan sebagainya.
Yup, that was me now.
Gambar diambil dari sini |
Saya memutuskan resign dari pekerjaan pada akhir Maret 2014 lalu, sekaligus per tanggal 1 April 2014 saya sudah resmi hijrah dari "rumah kedua" saya, Jakarta, ke Bandung.
Bukan keputusan yang mudah diambil, tapi untuk kalian wanita-wanita yang memutuskan untuk menikah rasanya hidup bersama dengan suami diawal kehidupan pernikahan merupakan sesuatu yang diidam-idamkan. Pertimbangan terbesar saya memang suami. Walaupun jarak yang memisahkan kami hanya 'sekedar' Jakarta-Bandung, tapi rasanya memang cukup menyiksa. Ada saat-saat dimana kita sangat ingin ditemani suami, tapi dia baru 'tersedia' di akhir pekan. Setelah menikah, masalah jarak memang jadi sedikit lebih sensitif rasanya.
Setelah berhenti kerja dan resmi pindah domisili, kami sempat sekitar 2 bulan lebih tinggal di rumah orang tua suami. JENGJENG! (((Apa? Tinggal sama mertua?)))
Yeah, banyak sekali opini publik yang beredar soal perkara ini. Setelah menjalankan sendiri, memang bukan adaptasi yang mudah. Apalagi untuk kalian yang sudah biasa hidup mandiri untuk sekian lama. Double attack rasanya harus menjalankan dua adaptasi sekaligus, tidak lagi punya penghasilan sendiri dan harus tinggal dengan mertua.
Saya gak akan bilang ini sulit, tapi asal kalian tahu, ini juga bukan sekedar perkara menjentikkan jari lalu tadaaa semua baik-baik saja. Tidak, tidak, tidak seperti itu. Tapi ingat, jangan jadikan mertua kalian "musuh", bagaimana pun mereka sekarang juga sudah jadi orang tua kita toh?
Alhamdulillah, kalau mungkin beberapa wanita di luar sana mengalami 'masalah' dengan mertua perempuannya, saya cenderung masuk ke golongan yang tidak-terlalu-banyak-masalah-berarti. Ibu dari suami saya dapat saya kategorikan sebagai ibu yang baik. Slek-slek sedikit wajarlah, namanya juga beda budaya. Mertua saya yang sangat perhatian, justru cenderung memanjakan saya (lalu masalahnya dimana, Li?)
Ini akan menjadi 'kerikil' saat kalian dibesarkan dalam keluarga yang segala sesuatu dibentuk mandiri, antara jadi kagok, risih, keasyikan, dan sebagainya. Semua tergantung dari sudat pandang mana kita mau berdiri, keenakan dimanja-manja, atau sebaliknya. Disini ujiannya, dimana kita sebagai menantu harus pintar-pintar membawa diri, jangan jadi gak tahu diri lalu "super memanfaatkan" atau terlalu ekstrem menolak yang bisa bikin mertua kita sakit hati. Kalau saran saya sih, yang namanya sedang menumpang, harus tahu diri dan jaga perasaan orang yang sedang ditumpangi, mau itu numpang di teman atau orang tua sekalipun.
Lantas apalagi Li, yang berubah?
Gak kerja! Perubahan bueeesar nih bray. Dari apa-apa gue tinggal comot dari tabungan sendiri, ini harus dikasih sama suami. Ini perang batinnya parah. Solusinya memang berdamai dengan diri sendiri, lebih bersyukur yang penting. Alhamdulillah saya jadi wanita yang dicukupkan, melalui suami sehingga tidak harus ikut membanting tulang untuk mencari nafkah. Kembali lagi, sudut pandang kita akan membantu proses 'perdamaian' konflik batin menjadi lebih mudah dijalankan.
Semoga kita semua dijadikan makhluk Allah yang selalu bersyukur dan hidup dalam pikiran serta tingkah laku positif :)
Love,
L
1 comment:
wwiihhhhh tp klo hamil enak kn ditemani mertua ada yg jagain hehehe
Post a Comment