Oct 11, 2013

Dipaksa Hingga Terbiasa

Aku jadi mengerti mengapa dulu papa mengajarkan kami untuk tidak curang dalam segala hal yang kami kerjakan.
Pelajaran itu ternyata sangat berguna di saat kami sudah dewasa dan meniti karir, di bidang apa pun.
Pada masa kami sekolah dulu, papa selalu "memaksa" kami untuk memaksimalkan kemampuan yang kami miliki.
Jangan senang memanfaatkan fasilitas dari orang lain atau sekedar menyuap untuk memuluskan keinginan kami, itulah yang selalu papa tekankan.
Dulu, aku sempat mempertanyakan hal tersebut.
Namun kini, rasanya aku dapat menemukan jawaban itu sendiri.

Didikan mengenai kerja keras dan sportivitas saat aku masih kecil, rupanya membawa dampak yang sangat positif.
Kami tidak dimanjakan dengan bersekolah di sekolah favorit, kalau kami memang tidak memiliki nilai yang cukup untuk dapat diterima di sana. Papa enggan menyogok hanya demi anaknya bisa sekolah di tempat yang bergengsi, walau mungkin pada akhirnya kami tidak bisa masuk ke sekolah yang papa inginkan. Begitulah papa mendidik dan menghargai kemampuan kami. Aku merasa beruntung dididik demikian.

Di dunia kerjaku saat ini, didikan papa itu pun terbawa.
Yah, namanya tempat bekerja, akan ada 1001 jenis orang yang ditemui. Mulai dari yang hanya fokus mengumpulkan uang dengan berbagai cara, yang sikut sana-sini, hingga yang bekerja dengan penuh integritas dan loyalitas untuk pekerjaannya.

Klise, dunia ini kejam.

Ah, paling tidak aku tidak.

Zaman mengandalkan ayah, ibu, tante, om, saudara, dan sebagainya untuk memberikan jalan pintas memperoleh sebuah pekerjaan rasanya memang tak akan pernah berubah. Aku yang memang tidak dibiasa "dititipkan" oleh papa, membuat lebih menghargai usaha orang lain untuk menggapai pekerjaan impiannya. Kalau orang tua kamu hebat, jadilah hebat seperti mereka dengan daya dan upayamu. Bukan dengan memanfaatkan jaringan serta kekuasaan yang mereka miliki, supaya kamu terlihat hebat.

No comments: